Sumber Melimpah, Logam Tanah Jarang Belum Dikelola Dengan Serius Oleh Pemerintah

Sumber Melimpah, Logam Tanah Jarang Belum Dikelola Dengan Serius Oleh Pemerintah
Oleh Siti Ulfah, S.AP
(MAHASISWA PASCA SARJANA STISIPOL PAHLAWAN 12 SUNGAILIAT)
BANGKA TERKINI - Pernahkah kita mendengar Logam Tanah Jarang( LTJ) atau Rare Earth Element (REE) nampaknya belum familiar didengar, padahal Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan salah satu komoditas strategis dalam dekade terakhir ini. Di negara maju LTJ telah banyak digaungkan malah sudah terdapat kebijakan mengenai bagaimana mengoptimalisasi pemanfaatannya dan pengolahannya. Walaupun kita jarang mendengar mengenai Logam Tanah Jarang namun pemanfaatannya sudah banyak di dunia industri. Saat ini dinyatakan bahwa negara yang memiliki cadangan Logam Tanah Jarang terbesar di dunia yaitu China.
Tak hanya itu, China bahkan sebagai produsen logam tanah jarang terbesar di dunia. Tidak hanya China, ada beberapa negara lainnya yang juga memiliki cadangan besar logam tanah jarang ini, antara lain Amerika Serikat, Rusia, Asia Selatan, Afrika bagian selatan, dan Amerika Latin.
Logam tanah jarang di Indonesia cukup berpotensi walaupun masih masuk dalam kategori belum layak di produksi komersil sejauh ini masih dilakukan pengolahan percontohan. Logam tanah jarang Indonesia banyak ditemukan pada tailing timah dan diproduksi sebagai produk sampingan komoditas induk. Bangka Belitung merupakan daerah terbesar di Indonesia penghasil logam Timah. Selain Timah mineral ikutanya pun tersimpan banyak di Bangka Belitung, mineral ikutan tersebut sebagian besar adalah logam tanah jarang (LTJ). Dalam pasir Timah mineral ikutan nya antara lain zircon, xenotime, ilmenite, rutile, monazite dll. Menurut penelitian mineral yang mengandung LTJ utama adalah bastnaesit, monasit, xenotim, zirkon, dan apatit. Mineral tersebut merupakan mineral ikutan dari mineral utama seperti timah, emas, bauksit, dan laterit nikel.
Logam tanah jarang atau unsur logam langka adalah Kumpulan 17 unsur kimia pada table periodik. Meskipun namanya logam langka, tetapi logam-logam ini cukup melimpah jumlahnya di kerak bumi, dengan serium sebagai unsur paling melimpah ke-25 dengan 68 bagian per juta (mirip tembaga). Meski begitu, karena karakteristik geokimia nya, logam langka ditemukan pada kondisi sangat tersebar dan sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak, sehingga nilai ekonominya kecil. Sumber-sumber deposit logam langka yang banyak dan bernilai ekonomis biasanya menyatu menjadi mineral tanah jarang.
Logam Tanah Jarang telah menjadi komoditas strategis dunia, decade terakhir yang merajai suplai produk LTJ adalah China. Namun sekarang China telah memberlakukan pembatasan ekspor LTJ maupun teknologi pemanfaatan LTJ. Hal ini membuat pembuat kebijakan dalam negeri dimasing-masing negara berpikir keras untuk menghilangkan ketergantungannya terhadap cina. Salah satu gambaran pentingnya logam tanah jarang adalah kebijakan pembatasan kuota ekspor Oxida dari pemerintah China. China merupakan salah satu negara produsen Oxida terbesar di dunia. Namun sejak tahun 2007 China menurunkan kuota ekspor Oxida secara bertahap dan pada tahun 2010 kuota tersebut tinggal 50% dibanding tahun 2005. Kebijakan pembatasan kuota ditempuh China untuk melindungi pasokan Oxida dalam negeri karena kebutuhan industri di China yang makin meningkat. Pembatasan ekspor ini membuat kalang kabut industri di Jepang dan Amerika, bahkan kedua negara ini telah mengadukan langkah China tersebut ke WTO. China tidak bergeming dan tetap mempertahankan batasan ekspor Oxida. Hilirisasi industri China sendiri telah berhasil menghasilkan produk dengan value added tinggi.
Pemanfaatan Logam Tanah Jarang sudah banyak di aplikasikan di kehidupan manusia. Logam tanah jarang telah banyak digunakan pada berbagai macam produk. Penggunaan logam tanah jarang ini memicu berkembangnya material baru. Material baru dengan menggunakan Logam Tanah Jarang memberikan perkembangan teknologi yang cukup signifikan dalam ilmu material. Perkembangan material ini banyak diaplikasikan di dalam industri untuk meningkatkan kualitas produk mereka.
Contoh perkembangan yang terjadi pada magnet. Logam Tanah Jarang mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik daripada magnet biasa. Sehingga memungkinkan munculnya perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker yang ada. Memungkinkan munculnya dinamo yang lebih kuat sehingga mampu mengerakkan mobil. Sehingga dengan adanya logam tanah jarang, memungkinkan munculnya mobil bertenaga listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. Oleh karenanya mobil hybrid mulai marak dikembangkan. Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan Baja High Strength, low alloy (HSLA), baja karbon tinggi, superalloy, stainless steel. Karena logam tanah jarang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan material berupa kekuatan, kekerasan dan peningkatan ketahanan terhadap panas. Contohnya pada penambahan logam tanah jarang dalam bentuk additif atau alloy pada paduan magnesiaum dan alumunium, maka kekuatan dan kekerasan paduan tersebut akan meningkat dengan signifikan. Pemanfaatan logam tanah jarang yang lain berupa pelat armor, korek gas otomatis, lampu keamanan di pertambangan, perhiasan, cat, lem. Untuk instalasi nuklir, logam tanah jarang digunakan dalam detektor nuklir dan pengkounter, rod kontrol nuklir.
Banyak negara yang melakukan riset mengenai potensi keberadaan logam tanah jarang, termasuk Indonesia. Sejauh ini perusahaan yang telah melakukan pengolahan LTJ adalah perusahaan BUMN milik negara yaitu PT TIMAH,TBK namun dalam hal ini belum didapatkan hasil yang optimal. Mengingat pengolahannya memerlukan teknologi mutakhir serta biaya yang mahal tidak sebanding dengan hasil yang didapat oleh sebab itu sejauh ini diangap tidak efektif. Sangat disayangkan Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki LTJ melimpah namun belum dapat memanfaatkanya. Diberbagai literatur, penelitian, maupun di berbagai media telah dibahas namun hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum serius mengoptimalkan pengolahan Logam Tanah Jarang dilihat dari belum adanya kebijakan mengenai pengolahan Logam Tanah Jarang.
Belum tersentuh nya logam tanah jarang di Indonesia yaitu dikarenakan regulasi di Tanah Air yang mengatur logam tanah jarang dinilai tidak kondusif untuk investasi. Pasalnya, ada Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang memasukkan salah satu mineral yang mengandung logam tanah jarang utama yakni monasit sebagai mineral radioaktif. Pada Pasal 2 PP No.23 tahun 2010 tersebut berbunyi: "Pertambangan mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan ke dalam lima golongan komoditas tambang: a. mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya”. Tidak dilakukan eksplorasi dikarenakan PP no.23 tahun 2010 menyatakan bahwa monasit adalah masuk dalam kategori mineral radioaktif. Karena itu mineral radioaktif, jadi semua kegiatan pertambangan eksplorasi dan produksi mengikuti UU Ketenaganukliran No.10 tahun 1997. Itu tidak mudah karena tidak boleh jika pihak swasta melakukan itu, haruslah BUMN. Jadi praktiknya tidak ada satu kegiatan usaha logam tanah jarang karena dalam pemanfaatannya perlu meminta izin dari Badan Pelaksana Ketenaganukliran yakni Badan Tenaga Nuklir Nasional alias Batan.
Tidak kalah penting adalah teknologi dan SDM di Indonesia, sejauh mana penguasaan teknologi dalam upaya pengelolaan logam tanah jarang tersebut. Pada dasarnya penelitian mengenai logam tanah jarang harus terus dikembangkan untuk menemukan informasi-informasi baru mengenai logam tanah jarang. Pemerintah, masyarakat, praktisi, insinyur, dosen, mahasiswa dan lain sebagainya dapat melakukan dan mendukung dalam kegiatan ini. Penelitian individu kadang membutuhkan waktu proses yang lama serta hasil yang kurang maksimal. Penelitian yang sudah terencana tanpa ada biaya atau fasilitas yang memadai juga tidak akan mendapatkan informasi yang akurat. Oleh karena itu, bermanfaat rasanya jika pemerintah membuat suatu program penelitian khusus mengenai logam tanah jarang sebagaimana yang dilakukan pemerintahan negara maju. Penguasaan teknologi oleh para peneliti perlu ditingkatkan meskipun negara yang sudah maju dalam pengembangan logam tanah jarang saat ini masih enggan mengalihkan teknologi kepada Indonesia. Para pelaku ekonomi belum memahami kebutuhan pasar logam tanah jarang yang tinggi, sehingga investor pun belum banyak yang berminat. Untuk mengembangkan logam tanah jarang diperlukan kemitraan untuk mensinergikan riset, baik di antara peneliti, pemegang kebijakan maupun para pemangku kepentingan lainnya.
Tantangan terbesar pengembangan LTJ di Indonesia memang masih di sisi hulu. Terutama dari aspek inventarisasi sumber daya dan cadangan LTJ di Indonesia yang masih harus dipastikan lagi besarannya. Sebagai komoditas yang berprospek tinggi untuk diusahakan, baru marak dikerjakan pada setengah dekade terakhir. Itu pun masih perlu studi lanjutan untuk penyusunan peta penyebaran dan inventarisasi potensi cadangan agar layak untuk ditindak lanjuti secara keekonomian atau industri. Dari hasil kajian sejauh ini, keterdapatan LTJ di Indonesia umumnya sebagai mineral atau elemen ikutan dari sisa olahan komoditas mineral seperti timah, aluminium, nikel dan zirkon. Di samping inventarisasi potensi cadangan dan keekonomian bisnis, tantangan pengolahan LTJ di Indonesia ialah terkait teknologi pemrosesan.
Semua unsur dalam sebuah tatanan Negara harus saling mendukung dan saling melindungi baik dari pemerintah, masyarakat, instansi/perusahaan maupun lingkungan sekitarnya. Penambangan logam tanah jarang skala besar tidak akan mengalami degradasi lingkungan dan masalah social lainnya asalkan diskenario dengan matang. Berpeluang besar jika terjadi darurat logam tanah jarang dunia akan banyak tambang illegal Indonesia melakukan ekspor ilegal hasil tambang mentah logam tanah jarang ke luar negeri. serta disini tidak kalah pentingnya adalah peran pemerintah, para stakeholder, masyarakat maupun segala instansi yang berhubungan dengan ini harus saling bekerjasama dan bersinergi untuk masalah pemanfaatan logam tanah jarang ini. Seperti aturan serta yang paling utama Indonesia belum mempunyai kemampuan teknologi untuk menjalankan proses pengolahan LTJ tersebut.